Fenomena “Sharing Economy” GoJek


Ngomongin GoJek itu sekarang sudah menjadi mainstream dalam artian ini sudah menjadi topik hits yang sering dibicarakan orang. . Nah, dengan racikan marketing yang mumpuni, unik, berita berita yang jadi headline di media sosial, cross branding dengan beberapa produk lainnya maka tidak heran berita berita GoJek sering mencuri perhatian akhir akhir ini. Terlepas dari berita berita yang ada, ide GoJek memang fresh untuk di Indonesia, walaupun bukan ide orisinal. Dalam entry blog ini, saya ingin bahas GoJek dari sudut lain yaitu tentang sharing economy. CEO GoJek, yang lulusan sekolah bisnis harvard sedikit melihat konsep sharing economy yang lagi boom di dunia seperti layanan Uber, AirBnB di luar negeri. Ide memang banyak ada dimana mana dan bisa dicontek tapi implementasinya perlu perjuangan, apalagi jadi pioner untuk bisnis sharing economy ke crowdsource (tukang ojek) dan pelanggan di Indonesia bukan hal yang mudah, salut untuk CEO GoJek. 

Definisi sharing economy dari wikipedia :

sharing economy can take a variety of forms, including using information technology to provide individuals, corporations, non-profits and governments with information that enables distribution, sharing and reuse of excess capacity in goods and services.

Dari definisi diatas, sharing economy bisa terjadi jika informasi tersedia kepada orang yang membutuhkan. Dari entry blog saya terdahulu mengenai Information Overload Era saya sudah menyebutkan tantangan era sekarang adalah bagaimana menemukan informasi yang sesuai dengan keperluan kita (kontekstual) dengan cepat. Sebagai contoh misal saya ingin berkunjung ke Paris tapi dengan budget terbatas (seperti kita ketahui salah satu komponen budget terbesar perjalanan adalah penginapan), maka saya bisa minta bantuan layanan seperti AirBnB untuk mencarikan saya informasi dimana ada penduduk Paris yang punya kamar kosong dan siap menyewakannya untuk menambah penghasilan mereka. Untuk pemilik rumah hal ini menguntungkan karena aset pasif mereka tiba tiba bisa menghasilkan uang. Dengan menyediakan informasi yang kontekstual, cepat dan terpercaya, maka kita bisa melakukan monetize dalam bentuk mobile apps atau media lainnya.

Hal ini juga berlaku di GoJek, dimana siapapun bisa bergabung menjadi tukang ojek jika mempunyai motor dan waktu luang, walaupun pada akhirnya pekerjaan ini akan menjadi pekerjaan utama mereka, karena gajinya besar .. lho kok bisa gajinya GoJek lebih besar dari ojek pangkalan, padahal sudah dipotong oleh perusahaan GoJek sebesar 20% pada tiap transaksi?. Ini menunjukkan bahwa dengan informasi yang tepat maka order untuk pengemudi GoJek pun berlipat ganda. Nah, disini peran perusahaan GoJek, mereka bukan perusahaan ojek, tapi perusahaan penyalur informasi, jadi inget beberapa tahun lalu perusahaan penyalur tenaga asisten rumah tangga sangat laku di kota kota besar. Bukan tidak mungkin kedepannya, GoJek akan bermain di bidang lain selain bidang perojekan. Oh ya sebelum GoJek lahir, di komunitas di Twitter pernah hits juga mengenai #nebengers, dimana orang orang pada sharing kendaraan untuk menuju ke satu tujuan dengan imbalan uang atau bukan, ini menunjukkan secara komunitas di Indonesia, konsep konsep sharing sosial semacam ini cepat diadopsi. 

Saya prediksi ke depannya bisnis layanan informasi dalam bentuk media aplikasi mobile akan menjadi umum. Nah pada saat itu perusahaan harus mencari keunikan yang lain. Saya ingat roapmap pengembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk pertumbuhan ekonomi Singapura yang menyatakan bahwa ekonomi masa dengan adalah S.M.A.R.T Economy yang disingkat menjadi Social, Mobile, Apps, RealTime dan Trusted. Artinya adalah ekonomi masa depan adalah ekonomi berbasis Social (komunitas) / memberdayakan komunitas, menggunakan media Mobile phone, dalam bentuk mobile Apps, memberikan layanan informasi secara RealTime, dan Informasi tersebut bisa dipercaya / Trusted.

Ok Lets wait and see …

Gojek 2 800x438

sumber gambar : google.com


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *