Lebih Nyaman Naik Kereta Api


Kalau kita pernah berkunjung atau tinggal di negara negara maju, maka dengan mudah menjumpai moda transportasi umum yang nyaman dan murah, terutama Kereta Api. Lahir sebagai generasi 80an, saya merasakan sendiri bahwa moda transportasi umum di Indonesia sangat jauh dari kata nyaman dan murah. Sampai akhir akhir ini, Kereta Api Indonesia sudah berbenah luar biasa sehingga pelayanan dan kenyamanan meningkat drastis. Pada era 90an, saya sudah berkantor di Jakarta, dan tiap weekend pulang ke Bandung, saya selalu naik kereta api dari Gambir jam 18:30, dan hampir selalu duduk “ngemper” di lantai, baik di antara penumpang duduk atau di lorong sambungan antar gerbong. Kebayang gimana lusuhnya kita campur keringet dan asap rokok, yang jelas naik kereta tahun 90an, jauh dari kata nyaman.

Akhir akhir ini saya sering bolak balik ke Jakarta, alhasil naik Kereta Api adalah alasan yang logis, melihat kemacetan jalan tol Bandung-Jakarta / tol dalam kota Jakarta yang membuat waktu perjalanan menjadi tidak pasti, sekaligus menghemat ongkos. Kereta Api cuman membutuhkan waktu 3 jam dari Bandung-Gambir, rasa rasanya naik mobil/travel ke jakarta saat ini waktu normalnya bisa menempuh 4-6 jam. Biasanya di kereta, saya mendengarkan musik atau nyalain laptop untuk baca, maen game, menulis dan lain lain. Aktivitas tersebut  terasa nyaman dilakukan karena goncangan kereta yang cenderung minim/stabil, plus ditambah juga ketersediaan colokan listrik dan reclyining seat yang sekarang menjadi standard di tiap gerbong kereta api. 

Pada saat liburan akhir tahun sekolah tiba, anak anak pengen berkunjung ke rumah kakek-neneknya di Malang, maka yang kepikiran oleh saya adalah langsung beli tiket kereta api. Saya  pun dengan mudah beli tiket kereta di gerai Indomaret / Alfamart. Saya baru tahu kalau untuk satu gerbong kelas eksekutif misalnya, terdapat berbagai macam harga. Misalkan kereta Malabar (Bandung-Malang) untuk kelas eksekutif yang paling murah adalah 330 ribu dan yang paling mahal 465 ribu. Ternyata perbedaannya adalah tiket paling mahal diletakkan di posisi tengah gerbong yang jauh dari lokomotif (dalam hal ini eksekutif-3) atau kita juga bisa memilih tempat duduk yang kita inginkan, sedangkan yang tiket paling murah tempat duduk dipilihkan, dan posisinya biasanya di di ujung gerbong. Maka gak heran kita lihat gerbong yang penuh di bagian ujung tapi di tengahnya masih kosong.

Saat pulang ke Malang, saya membeli tiket yang paling mahal, karena tiket yang lebih murah habis. Ternyata gerbongnya ga penuh penuh amat. Beberapa tempat duduk diisi oleh penumpang yang tidak full route, misal penumpang dari Bandung yang turun di Tasik, atau penumpang naik dari Tasik dan turun di Jogja, dan seterusnya. Posisi tengah gerbong juga memperoleh hembusan AC sentral yang tidak terlalu dingin. Kalau ada penumpang yang tidak full route, biasanya tidak diletakkan di dekat tempat duduk kita, jadi selama pulang pergi Bandung-Malang-Bandung, saya selalu mendapatkan tempat duduk yang sebelahnya kosong, sehingga enak dan lebih nyaman buat tiduran :D. Dan dalam beberapa kesempatan gerbongnya malah sepi .. cuman saya sendiri, heran kok bisa tiket yang harganya lebih murah ga bisa dibeli yah di Indomaret/Alfamaret.

Foto dibawah perjalanan pulang dan pergi Bandung-Malang .. gerbongnya kosong ….

IMG 9616

IMG 9556

IMG 9553

, , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *